Jumat, 07 September 2012

Kamu Memang sukses.. tapi apa kamu bahagia???

Cerita I

Banyak orang yang mendaki tangga sukses dan sampai diatas, eh tarnyata tangganya bersandar di dingding yang keliru. Cerita dibawah ini mengilustrasikan bagaimana seseorang yang merubah diri dan memilih dinding tangga yang benar.(Cerita diambil dari buku Living the 7 habits)

Saya sedang duduk di sebuah restoran bersama seorang pemuda yang telah bekerja dikantor kami kira-kira lima tahun. Ia punya rumah besar, mobil mewah dll. Sambil makan siang kami mulai membicarakan soal definisi sukses. Saya singgung soal pernyataan Misi. Katanya dia belum pernah dengar tentang konsep tersebut. Untuk mendemonstrasikan bagaimana cara menyusun pernyataan misi, saya tanyakan kepadanya, apa yang penting baginya. Ia pun mulai menyebutkan segala yang ingin dilakukannya. Ternyata tak satupun ada hubungannya dengan pekerjaannya.
Saya jadi ingin tahu, “Lalu, apa kamu bahagia?” saya tanyakan kepadanya setelah ia selesai bercerita.
Katanya, “Ya, Tidak”
Kata saya, “Tapi Kamu sukseskan?” dan sedikit tertawa. Ia Cuma duduk diam sambil merenung.
Saya tidak ketemu dia lagi selama beberapa bulan karena kami berdinas ketempat tujuan yang berbeda. Suatu hari, saya lihat dia dikoridor kantor. Karena ingin mengetahui lebih lanjut tentang kabarnya, saya pikir saya akan temani dia menuju tempat tujuannya. “Hai Jhoni mau kemana, tunggu. Mau kemana? Yuk aku temani.”
“Aku tidak mau kemana-mana. Ini hari terakhirku bekerja disini kok”, katanya sambil tersenyum lebar.
Saya terkejut. “Apa?”.
“Yak ok. Aku baru mau ketemu boss. Ia Tanya mengapa aku mengundurkan diri. Aku bilang ini karena kesalahanmu.”
“Ah, jangan begitu dong. Kamu bercanda ya. Mengapa kamu bilang begitu?”
“Ya, aku ceritakan sama dia tentang percakapan kita di El Paso. Soal bagaimana kamu membuatku merenungkan hidupku untuk melihat apakah aku sedang melakukan apa yang ingin aku lakukan dengan hidupku. Ternyata tidak. Maka aku pun mengundurkan diri dari pekerjaan ini dan mulai melakukan hal-hal yang sungguh aku sukai. Terimakasih ya”
Sudah dua tahun saya belum ketemu lagi sama dia. Ketika ia mengundurkan diri, ia dan istinya memulai mendirikan perusahan kontraktor atap karena ia suka bekerja dengan kayu. Dulu ia berkecimpung dibidang telkomunikasi; sekarang ia membuat atap serta beranda. Dan tahu tidak? Ia bahagia loh karena bisa melakukan apa yang ia inginkan dan cita-citakan.
----------------------------------------------------------------------------
Sebagian orang mengatakan bahwa kebahagiaan itu letaknya pada harta.  Akan tetapi yang berpikiran begini adalah orang yang putus asa dalam kemiskinannya.  Hendak menjadi kaya namun selalu gagal.  Kadang-kadang pendapatnya tak didengar orang lantaran ia miskin.  Karena itu diputuskannyalah bahwa bahagia itu pada uang, bukan lainnya. 
Pada dasarnya mereka yang menilai kebahagiaan dengan materi hanyalah orang-orang yang tertipu, karena segala sesuatu yang ada di dunia ini hanya memiliki harga sesuai kemampuan manusia untuk menghargainya.  Contoh cerita diatas menunjukan kepada kita bagaimana seorang pria yang sukses dan memiliki segalanya tapi tidak merasa bahagia lantaran pekerjaanya tidak sesuai dengan keahliannya sehingga jabatan, kekayaannya tidak berarti baginya dan dia tidak menemukan kebahagian dari apa yang dia dapat selama bekerja. Setelah ia merenungkan semua yang ia kerjakan dan memahaminya akhirnya ia memutuskan untuk mengerjakan apa yang sebenernya ia inginkan dan akhirnya ia menemukan kebahagian itu yang selama ini tidak ia dapat.
Menurut Hamka, Islam mengajarkan pada manusia empat jalan untuk menuju kebahagiaan.  Pertama, harus ada i’tiqad, yaitu motivasi yang benar-benar berasal dari dirinya sendiri.  Kedua, yaqin, yaitu keyakinan yang kuat akan sesuatu yang sedang dikerjakannya.  Ketiga, iman, yaitu yang lebih tinggi dari sekedar keyakinan, sehingga dibuktikan oleh lisan dan perbuatan.  Tahap terakhir adalah ad-diin, yaitu penyerahan diri secara total kepada Allah, penghambaan diri yang sempurna.  Mereka yang menjalankan ad-diin secara sempurna tidaklah merasa sedih berkepanjangan, lantaran mereka benar-benar yakin akan jalan yang telah Allah pilihkan untuknya.
Ada pula sifat-sifat yang menjauhkan manusia dari kebahagiaan, antara lain adalah takut mati.  Pada dasarnya perasaan ini menimpa mereka yang tak tahu mati.  Mereka tidak tahu kemana jiwa raganya pergi sesudah mati, atau disangka setelah tubuhnya hancur maka jiwanya pun ikut hancur, sedangkan alam ini kekal dan orang lain terus mengecap nikmat, sementara dirinya tak ada lagi di sana.  Ada juga yang menyangka bahwa kematian itu adalah penyakit yang paling hebat.  Akan tetapi semua penyakit ada obatnya, kecuali kematian, karena kematian itu bukanlah penyakit.  Sebagian orang memang suka hidup lama tetapi tak suka tua.  Pikiran semacam ini, menurut Hamka, tidaklah waras.
Oleh karena itu, pesan Hamka, jika ingin jadi orang kaya, maka cukupkanlah apa yang ada, peliharalah sifat qana’ah, jangan bernafsu mendapatkan kepunyaan orang lain, hiduplah sepenuhnya dalam ketaatan kepada Allah saja.  Kekayaan hakiki ialah mencukupkan apa yang ada, baik banyak maupun sedikitnya, sebab ia adalah nikmat dari Allah.  Jika kekayaan melimpah, ingatlah bahwa harta itu untuk menyokong amal dan ibadah.  Harta tidak dicintai karena ia harta, melainkan hanya karena ia pemberian Allah, dan ia dipergunakan untuk sesuatu yang bermanfaat.  Inilah jiwa yang bahagia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar